Perokok di Korea Selatan dari generasi yang lebih muda menghadapi tantangan yang berbeda dari generasi-generasi sebelumnya, sehingga akan membutuhkan tindakan pencegahan baru yang sesuai dengan fenomena merokok di jaman modern, menurut para pakar kesehatan.
Tingkat merokok telah menurun di Korea Selatan, dengan persentase perokok dewasa pria – yang merupakan mayoritas demografi perokok – mencapai rekor terendah 38,1 persen pada tahun 2017. Pada bulan Juli, upaya pemerintah untuk mempromosikan penghentian merokok disambut baik oleh sebuah laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang epidemi tembakau global, yang mengaitkan penurunan tingkat merokok dengan layanan yang dikelola pemerintah.
Tetapi angka keseluruhan dipercayai bahwa ada peningkatan pada jumlah perokok usia muda dalam beberapa tahun terakhir, karena ada bentuk dan cara baru untuk merokok yang muncul dengan inovasi teknologi.
Big Bang TOP – Pinterest
Selama perayaan Hari Tanpa Tembakau Sedunia pada tanggal 31 Mei, Menteri Kesehatan Korea Selatan Park Neung-hoo membahas tentang “tantangan baru yang ditimbulkan oleh tren merokok yang berkembang,” menjanjikan kebijakan anti-rokok yang diperbarui untuk secara aktif menanggulangi inovasi dalam pembuatan rokok.
Ketika merk rokok elektrik Amerika Serikat – Juul masuk ke pasar lokal pada bulan Mei, Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Korea Selatan meluncurkan rencana baru untuk mencegahnya untuk memikat para perokok remaja, termasuk memperketat peraturan yang keras tentang penjualan rokok secara online.
“Verifikasi identitas akan diperlukan untuk pembelian tembakau secara online, untuk memblokir akses pembelian oleh anak di bawah umur,” Jeon Ga-eun, wakil direktur divisi promosi kesehatan kementerian, mengatakan kepada The Korea Herald.
Tanggapan kementerian mencerminkan temuan penelitian pada tahun 2017 oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea Selatan, yang menunjukkan jenis rokok baru lebih menarik bagi perokok muda berusia antara 13 dan 39 tahun, dan lebih banyak menarik para wanita daripada pria.
Sementara rokok elektrik dan vape yang secara luas diyakini kurang berbahaya daripada rokok tradisional, studi jangka panjang tentang bahaya merokok elektrik tidak cukup untuk mendukung gagasan popular tersebut, menurut Chun Eun-mee, seorang ahli paru di Pusat Kesehatan Universitas Wanita Ewha.
“Karena sejarah komersialisasi rokok elektrik cukup singkat, tidak ada cukup data yang terakumulasi untuk menemukan kasus penyakit diakibatkannya dalam jangka panjang.”
Chun mengatakan dia telah melihat banyak pasien yang percaya menggunakan rokok elektrik lebih aman daripada rokok biasa, yang mungkin malah jauh dari kebenarannya.
“Jenis vape bisa lebih berbahaya, karena vape lebih mudah diserap daripada asap rokok biasa,” katanya. “Sudah ada penelitian bahwa vaping menginduksi hipersensitivitas dalam tabung bronkial.”
Salah satu implikasi buruk dari rokok elektrik adalah bahwa ia bertindak sebagai pemicu untuk mulai merokok tradisional.
“Banyak pengguna rokok elektrik akhirnya merokok,” kata Chun. Survei Kementerian Kesehatan dari 2017 menunjukkan bahwa 80,8 persen perokok elektrik juga merokok.
Perokok berusia 20-an dan 30-an juga kurang bertekad untuk berhenti merokok karena kurang terlihatnya gejala fisik yang nyata yang diakibatkan oleh rokok. Lee Yun-ki, 27 tahun, yang telah merokok selama tiga tahun, mengatakan ia tidak mengalami gejala parah dari kebiasaan merokoknya. Tetapi tidak terlihatnya gejala tidak berarti tidak ada kerusakan yang dalam tubuh perokok, menurut Chun.
“Tidak ada yang namanya perokok sehat,” kata Chun.
“Merokok mempengaruhi sistem kardiovaskular terlebih dahulu sebelum memengaruhi sistem pernapasan, sehingga dampaknya mungkin tidak dirasakan oleh perokok pada tahap awal,” katanya. “Bahkan jika fungsi paru Anda normal, alveoli dan tabung bronkial Anda kemungkinan rusak dan Anda mungkin mulai mengalami gejala kecil dari penyumbatan saluran napas.”
Perokok usia muda lebih berkemungkinan besar untuk tidak berhenti karena kekhawatiran akan kenaikan berat badan setelah berhenti merokok, menurut Park Sang-min, seorang dokter umum di Universitas Nasional Seoul yang mengelola pusat-pusat berhenti merokok di rumah sakit.
Park mengatakan dia telah mengamati kekhawatiran dampak berhenti merokok pada bentuk tubuh pada beberapa perokok usia muda yang mencoba untuk berhenti, tetapi menemukan hubungan sebab akibat seperti itu ternyata berlebihan.
Dalam penelitian Park, yang menggunakan data Layanan Asuransi Kesehatan Nasional pada 2.044.226 pria dan wanita berusia 20 – 39 tahun, fluktuasi berat badan orang yang berhenti merokok rata-rata 1,92 kilogram dalam tiga tahun pertama, kurang dari 1 kilogram lebih berat daripada perokok aktif dengan 0,94 kilogram.
Hanya 15,4 persen orang yang berhenti merokok mengalami kenaikan berat badan lebih dari 5 kilogram selama periode tiga tahun. Sekitar 34,3 persen tidak mengalami penambahan berat badan dan 23,6 persen bertambah namun kurang dari 2 kilogram.
Park menambahkan bahwa manfaat kesehatan dari berhenti merokok melebihi konsekuensi kenaikan berat badan. Bahkan ketika disertai dengan penambahan berat badan yang cukup banyak, dilaporkan bahwa orang yang berhenti merokok dapat menurunkan konsekuensi risiko penyakit kardiovaskular 20 persen dibandingkan perokok yang aktif merokok. Istirahat dari merokok, bahkan dalam waktu singkat seperti sebulan, dapat meningkatkan fungsi paru-paru, menurut Chun.
“Fungsi paru Anda mulai pulih satu bulan setelah berhenti merokok, dan pada bulan kesembilan, infeksi pernafasan akan terjadi lebih jarang,” kata Chun, menjelaskan efek dari berhenti merokok dalam jangka pendek.
“Terjadinya kanker paru-paru adalah separuh dari perokok yang berhenti merokok selama 10 tahun, risiko kanker turun ke tingkat yang sama dengan yang bukan perokok,” katanya. “Berhenti merokok itu bermanfaat, bahkan untuk perokok kronis – tetapi lebih khusus bagi mereka yang lebih berusia muda.”
gebrak meja “asem banget ni mulut” wkwkwkkwkwkwk
asdfdfdhjkl chanyeol! wkwkwkwk